Happy birthday, happy birthday

April….

                Waktu telah menunjukkan pada tanggal 14 April pukul 00.01 WIB. April meniup lilin ulangtahunnya dengan ditemani genangan air mata yang terus merembes dari sudut mata indahnya. Hatinya terasa begitu pilu dengan lilitan kesendiriannya pasca putusnya hubungannya dengan Aji –mantan kekasihnya yang kini telah menikah dengan gadis lain yang lebih muda dan lebih cantik darinya.

J

“Happy birthday, happy birthday, happy birthday.. April,” suara alunan Aji di balik layar smartphone April. “April sayang, selamat ulang tahun ya? Semoga dihari ulang tahunmu yang sudah menginjak seperempat abad ini, kamu akan menjadi wanita yang lebih baik dari saat ini, apa yang kau impikan akan terwujud menjadi kenyataan yang mampu membanggakan keluargamu. Panjang umur ya cintaku sayang,” lanjutnya dengan diakhiri senyuman manis yang mungkin hanya Aji tujukan untuk April seorang.

April tersenyum getir memandang layar smartphone-nya. Namun senyumannya akhirnya kembali luntur karena buliran air mata yang tak sanggup lagi untuk dibendungnya. Semuanya hanyalah angan-angan belaka. Tak ada pesan video dari Aji yang nyangkut di smartphone-nya. Tak ada. Karena yang ada hanyalah foto dia bersama Aji yang selalu dijadikannya sebagai wallpaper.

Air mata April semakin deras mengalir. Ini adalah tahun kedua untuknya merayakan ulang tahun tanpa kehadiran Aji di sisinya. Jangankan kehadiran, sebatas ucapan melalui telepon, SMS, BBM, ataupun melalui FB atau Twitter-pun sama sekali tak ada.

Semenjak Aji memutuskan cintanya yang telah tiga tahun memberikan kenangan, April seolah kehilangan sosok Aji. Lelaki itu seperti ditelan alam. Entah sekarang dia ada dimana, April tak pernah tahu, tak pernah mendengar tentang kabarnya. Bagaimana dia atau………..

Mungkin semua adalah salah April. April selalu menolak ajakan Aji untuk menuju jenjang pernikahan. Padahal, kala itu usia April sudah 23 tahun, bukan usia dini untuk melaju menuju pernikahan, namun juga bukan usia senja untuk mengakhiri masa lajangnya.

Kala itu, Aji berani meminang April lantaran Aji merasa sudah cukup mapan dengan pekerjaannya sebagai manager di salah satu bank yang berada di Yogya. Sementara April, dia sudah bersama gelar sarjana-nya yang diimpi-impikannya selama ini. Tapi, bukan April namanya kalau puas dengan apa yang didapatkannya. Beasiswa S2-nya di Universitas Indonesia, rasanya sangat sayang kalau dilewatkan. April tak mau jika harus mengakhiri masa lajangnya sekaligus masa belajarnya.

April tahu, keinginan Aji yang selalu menginginkan isterinya sebagai ibu rumah tangga. April sadar betul, jika dia menikah dengan Aji, sudah pastinya Aji akan melarangnya meninggalkan Yogya dan melanjutkan S2-nya. Waktu itu, tak ada pilihan lain buat April selain menolak lamaran Aji.

“Kamu egois!” marah Aji dengan mata merah membara.

“Kamu yang tidak pengertian!” balas April  tak kalah meningginya. “Kamu tahu impianku selama ini, seharusnya kamu mendukungnya! Bukan membatasiku seperti ini!” tambah April semakin menjadi.

Aji menghirup nafas berat. Ego telah mengalahkan rasa cintanya. Kalau saat ini saja April lebih mementingkan egonya daripadanya, apalagi nanti? Tak menutup kemungkinan kalau nantinya April akan lebih mementingkan karier daripada keluarga. Dan Aji tak menyukai itu. Aji tak mau kalau kelak anak-anaknya akan merasakan penderitaan seperti apa yang pernah dirasakannya. Menjadi anak pembantu lantaran kedua orangtuanya lebih mementingkan karier.

“Aku harap kamu memikirkan lagi hal ini, daripada nantinya kamu akan menyesal,” ucap Aji dengan nada mengancam.

“Apa maksud kamu?” tanya April menatap Aji tajam dengan tatapan berkaca-kaca, manahan isak tangis agar tak membuncah di hadapan Arjunanya.

“Ku rasa kau cukup cerdas untuk menjawab pertanyaanmu sendiri!” Aji lalu meninggalkan April seorang diri di meja paling sudut, cafe langganannya.

April hanya mampu menatap punggung Aji yang kian menjauh darinya. Kini air mata itu tak lagi mau untuk dibendungnya. Tangisnya membuncah. Ada rasa kecewa karena orang yang katanya mencintainya, namun ternyata tak pernah mengertinya.

J

“Sayang, maaf banget ya, kayaknya kita nggak jadi ketemuan. Aku ada urusan mendadak,” ucap Aji dari seberang.

“Nggak apa-apa kok sayang, aku juga nggak bisa, aku baru aja mau ngabarin kamu, kalau hari ini aku juga ada acara,” jawab April dari seberang.

“Yaudah, bye sayang. Emuach.”

“Emuach.”

April lalu menutup smartphone-nya dan memasukkannya ke dalam tasnya.

Dengan taksi yang sudah dipesannya, April siap melaju menuju kediaman Ibu Arnita –dosen yang telah memberinya kesempatan untuk melanjutkan S2-nya.

April turun dari taksi yang ditumpanginya. Memasuki rumah mewah bercat hijau, warna yang April suka, dan kata Bu Arnita, hijau juga warna kesayangan putrinya –Sheiza.

“Eh, mbak April. Mari masuk, udah ditunggu mami hlo,” ucap Sheiza dengan nada riang.

April memang lumayan akrab dengan Sheiza, mungkin karena pembawaan Sheiza yang periang dan mudah akrab, jadi April bisa langsung akrab dengan gadis yang 2 tahun lebih mudah darinya.

April tengah sibuk dengan Ibu Arnita. Sementara Sheiza justeru tengah menunggu kedatangan kekasihnya. Lelaki pengertian yang teramat mencintainya.

Tak berapa lama, yang ditunggu Sheiza akhirnya datang juga. “Mi, aku ma Aji keluar dulu ya?” pamit Sheiza pada Ibu Arnita.

Tapi bagaimana kagetnya April, ketika mendengar nama Aji dan melihat sosok lelaki yang sedang digandeng Sheiza itu tak lain adalah kekasihnya sendiri.

Apakah ini yang kamu sebut kepentingan, Ji? Tanya April dalam hati.

J

14 April 2011

April masih setia menunggu kedatangan Aji. Masih berusaha berfikir jernih tentang hubungan Aji dengan Sheiza. April tak mau memutuskan sesuatu yang belum jelas, walau sebenarnya cukup jelas. Apa yang dilihatnya kemarin sudah cukup memberikan penjelasan untuknya. Dan April harap, kemarin hanyalah sebagian sandiwara sebagai kado ulang tahunnya yang ke-23. Yah, April cukup hafal dengan tindakan konyol Aji yang sering membuatnya marah.

Aji masih datang dengan membawakan kue ulangg tahun untuknya, dan sesuatu berbentuk kotak yang dibungkus dengan kertas kado berwarna hijau.

April berusaha tersenyum melihat kedatangan Aji.

“Happy birthday, Aprill,” teriak Aji dengan membawakan kue ulang tahun yang sudah lengkap dengan lilin berangka 2 dan 3.

April tak sabar ingin segera meniup lilinnya.

“Eits, make a wish dulu dong,” cegah Aji.

April memejamkan matanya. Berharap kalau cintanya bersama Aji akan kekal abadi. Dipersatukan dalam ikatan perkawinan. Dan hanya dialah yang menjadi jodoh Aji.

April lalu membuka matanya, meniup lilinnya. Setelahnya, Aji mencium kedua pipi April. “Met ulang tahun ya sayang,” ucap Aji pada April.

Semalaman Aji menemani April merayakan ulang tahunnya di taman depan rumah April –tempat favorit Aji dan April untuk menghabiskan malam minggu.

Bintang malam berkedip indah, sementara udara malam semakin merasuki sum-sum mereka. Tak biasanya Aji membiarkan tubuh April merasakan kedinginan, tapi malam ini, Aji sama sekali tak memberikan jaketnya untuk April.

“Oh ya sayang, sejak kapan kamu mengenal Sheiza?” tanya April tiba-tiba. April masih meredam lukanya, bersikap wajar seakan semuanya baik-baik saja. Walau sesungguhnya, perih melihat Aji digandeng wanita lain. Karena walau bagaimanapun juga, April hanyalah wanita biasa yang juga bisa merasakan cemburu.

“Sejak tiga bulan yang lalu?” jawab Aji tenang.

Ingatan April tertuju pada pertengkaran 3 bulan yang lalu. Tepatnya, saat Aji meminangnya namun April justeru memilih pendidikannya daripada menikah.

Aji terdiam. Ada hal serius yang ingin dibicarakannya. Namun kerongkongananya seolah tersumbat bongkahan pahit yang membuatnya tak sanggup untuk mengeluarkan kata-kata. Tatapannya nanar ke depan, ada rasa tak tega melihat wajah April yang penuh harap terhadapnya.

Aji sadar, April sangat mencintainya. Aji bisa merasakan cintanya. Dan Aji juga yakin kalau cinta April memang hanya untuknya. Namun naluri Aji sebagai seorang lelaki yang merasakan kecewa atas keegoisan April, mungkin telah membuat dinding kesetiaan Aji menjadi terbelah.

Kecantikan Sheiza, keceriaannya yang teduh, telah menumbuhkan cinta di hati Aji.

Aji memberanikan diri untuk menatap April. Ada rasa tak tega, namun Aji harus memilih. Aji tak mungkin membiarkan dua wanita berharap padanya. Aji tahu ini salahnya, namun Aji juga tak mampu menyalahkan cinta yang tengah mendatanginya. Aji tak mampu menolak jodoh yang tengah datang padanya.

“Pril, sebelumnya, maafin aku,” ucap Aji terasa berat dan membuat April semakin bingung dengan apa maksud ucapan Aji.

“Maaf atas apa?” tanya April tak mengerti.

Aji menarik nafas panjang sebelum akhirnya Aji menjelaskan semuanya pada April.

“Mungkin, ini adalah terakhir kalinya aku bisa menemani kamu. Ini terakhirnya kita berstatus pacar, da..n…” ucap Aji tertahan.

“Dan apa?” tandas April yang sepertinya mulai mengerti apa arti ucapan Aji.

Aji hanya tertunduk dan diam membisu.

“Apa semua ini karena Sheiza?” tanya April penuh kecewa.

“Ini semua salahku. Aku yang telah membiarkannya mencintaiku,” Aji menjelaskan. “Aku yang tak pernah jujur padanya kalau selama ini aku berpacaran padamu. Dan ini juga salahku kalau aku telah meminangnya,” tambah Aji dan membuat hati April bagai dihantam batu besar hingga remuk dan tak lagi berbentuk.

April sungguh kecewa, benar-benar kecewa. Tiga tahun, tiga bulan, namun Aji telah memilih wanita yang baru tiga bulan dikenalnya.

“Bulan depan, aku dan Sheiza akan menikah. Ku harap kau mngerti itu,” ucap Aji lalu beranjak dan meninggalkan April.

Semua ini membuat Aji juga terluka. Lebih lama bersama April hanya membuat Aji semakin merasa bersalah. Meninggalkan April dan tak melihat air mata di wajah April, setidaknya sedikit membuat hati Aji lebih kuat. Karena walau bagaimanapun juga, masih ada cinta di hati Aji untuk April.

J

Air mata April semakin deras mengalir tiap kali mengingat penghianatan Aji. Namun April juga tak mampu menyalahkan Aji sepenuhnya. Dia telah menolak pinangan Aji, dia telah mementingkan egonya dan membiarkan cintanya terenggut oleh gadis lain.

Entah mengapa, tiba-tiba April sangat merindukan Aji. Senyum lelaki itu terus terbayang indah di pelupuk matanya. Rasanya, luka itu tak lagi di rasakannya. Yang ada dalam hati April, hanyalah menginginkan kehadiran Aji. Merayakan ulang tahun berdua dengannya.

J

22 April 2013

Sudah lama April tak membuka e-mailnya. April pun lalu meraih laptopnya dan langsung berseluncur menuju yahoo. Ya, sapa tahu saja ada kabar dari penerbit tentang novel terbarunya.

Sekarang, April memang telah bergelar magister. Seorang dosen di salah satu Universitas yang berada di kampung halamannya –Yogyakarta. Selain itu, April juga dikenal sebagi penulis muda yang karya-karyanya selalu menjadi best seller.

Mungkin, kesuksesan telah digenggam April. Tak ada yang kurang dari hidupnya, hanya saja, CINTA belum tertuju padanya. Pasca putus hubungan dengan Aji -2 tahun yang lalu—April masih setia dalam kesendiriannya. Membiarkan hatinya dalam kekosongan belaka dan menghabiskan waktu hanya untuk mengejar kariernya sebagai dosen dan merangkap sebagai seorang penulis.

April tersentak, ada email dari wicaksono_aji@yahoo.co.id. April tahu betul kalau itu adalah alamat e-mail Aji. Pengirimannya, tepat pukul 00.01 WIB tertanggal 15 april 2013.

Tertuju : Aprilia Anastasya Hasanudin

Sebelumnya, aku ucapkan selamat ulang tahun untuk kamu, mantan kekasihku.

April, melalui email ini, aku ingin mengucapkan minta maaf. Maaf karena aku telah menghianati cintamu, melukis luka dan meninggalkan jejak masa lalu yang buruk dalam cerita hidupmu.

April, apa kau tahu, sekarang Tuhan mungkin telah menghukumku. Tuhan telah mengajari bagaimana sesaknya kehilangan.

Kau tahu, April. Jujur, aku bahagia telah Tuhan beri isteri sebaik Sheiza. Dia berperan sebagai isteri yang baik untukku, dia melakoninya seperti apa yang ku mau. Rela menggadaikan ijazahnya sebagai ibu rumah tangga dan membuang jauh impiannya demi melakoni kewajibannya sebagai seorang isteri.

1 tahun 11 bulan kami menjalani biduk rumah tangga, Sheiza tak pernah menantangku apalagi mengecewakanku. Dia selalu sabar menghadapi sikapku yang mudah emosi. Selalu meneduhkan hatiku yang sebenarnya tertuju pada dua cabang yang tak pernah mampu aku tinggalkan. Kau pasti tahu, di hati siapa itu.

Namun, sepertinya kebahgiaan itu hanyalah tinggal kenangan. Seperti kisah yang pernah kita ukir dahulu, sebatas cerita yang tak akan pernah ada lagi.

Kemarin, 14 april 2013, aku bahagia karena buah hatiku telah lahir. Lahir, di tanggal dan bulan yang sama denganmu. Namun, sepertinya Tuhan memang tak sepenuhnya mengizinkan aku berbahagia sepenuhnya. Tuhan memang telah memberiku puteri kecil yang cantik seperti mamanya, namun Tuhan telah mengambil mamanya untuk selamanya.

April, mungkinkah ini karma untukku yang telah meninggalkanmu? Menghianatimu? Sekali lagi maafkan aku….

April tak kuasa membaca e-mail dari mantan kekasihnya itu. Dalam e-mail itu, disertai juga putri seorang bayi lucu. Dan Aji juga menyisipkan nama dalam foto yang telah April unduh itu.

Aprilia Sheiza Wicaksono.

Namamu, nama isteriku dan namaku. Ini adalah saksi kalau hati kita bertiga pernah tertaut dalam satu cinta.

Witri Prasetyo AjiCerpenHappy birthday, happy birthday April....                 Waktu telah menunjukkan pada tanggal 14 April pukul 00.01 WIB. April meniup lilin ulangtahunnya dengan ditemani genangan air mata yang terus merembes dari sudut mata indahnya. Hatinya terasa begitu pilu dengan lilitan kesendiriannya pasca putusnya hubungannya dengan Aji –mantan kekasihnya yang kini telah menikah dengan...

Comments

comments