PENDAPAT MAHMUD TENTANG FULL DAY SCHOOL

 

PENDAPAT MAHMUD TENTANG FULL DAY SCHOOL. Beberapa hari lalu,  timeline sosmed saya ramai banget  yang ngebahas soal full day school. Padahal baru wacana loh, tapi bapak menteri sudah menuai banyak protes. Etapi kalau postingan saya ini bukan protes loh ya, hanya pendapat dan apapun keputusan bapak menteri nanti, Insya Allah saya terima.

Sebelum saya ngalor-ngidul berpendapat, yang perlu digaris bawahi adalah : ini adalah pendapat saya tentang full day school dari seorang yang bekerja sebagai tata usaha dan operator sekolah menengah pertama yang juga berperan sebagai seorang ibu. Ketika saya mengutarakan pendapat ini, anak saya baru berusia 20 bulan dan yang mengasuh adalah ibu saya sendiri. Jadi, pendapat saya saat ini bisa jadi berubah saat anak saya tidak diasuh oleh ibu saya atau anak saya sudah sekolah etapi saya masih bekerja.

Untuk saat ini, jujur saja saya masih kurang setuju dengan wacana full day school. Bukannya tidak setuju loh ya, kurang setuju atau lebih tepatnya belum setuju.

a80a62e5e85d721b3e39dc07eb742be6resNetFinal_final0

Sebagai seorang ibu, saya sebenarnya pernah berangan-angan dan berencana untuk menyekolahkan anak saya di sekolah yang sudah menerapkan full day school. Kalau di daerah saya sih biasanya sekolah bernuansa islami yang menerapkan full day school. Yups, saya ingin menyekolahkan anak saya di sekolah full day school karena saya kepengan banget kalau aktivitas anak saya kesehariannya itu adalah aktivitas yang positif. Wong, ponakan saya saja juga sekolah full day school kok.

Akan tetapi, rencana saya itu berubah. Apalagi saat saya membaca berita di facebook yang sempat viral yaitu seorang anak berusia 6 tahun sakit jiwa karena terlalu difosir oleh orangtuanya untuk belajar belajar dan belajar. Belum lagi saya melihat keponakan saya yang sekolahnya full day school, masih ditambah les sama orangtuanya, tetapi di masyarakat sama sekali enggak bisa bergaul, sama tetangga depan rumah saja enggak kenal. Pun saya juga melihat adik saya yang sekolahnya sudah menerapkan K13, pulang sore, ekskul, les dan adik saya itu sama sekali enggak punya waktu untuk bergaul di masyarakat. Padahal, kami orang kampung yang masih mengedepankan kebersamaan di masyarakat. Kalau enggak bergaul sama masyarakat, duh sudah pasti jadi bahan omongan itu pasti. Apalagi orangtua banyak yang belum ngerti banget tentang full day school, pulang sore dikira malah main sih iya.


Plus Minus Full Day School


Full day school itu pasti ada plus minusnya. Yups, itu pasti. Apalagi kalau orangtuanya itu pada bekerja, full day school bisa jadi alternatif utama untuk menyekolahkan anak sekaligus menitipkan anaknya. Seenggaknya orangtua pasti tenang saat bekerja karena anaknya di sekolah dan pastinya aktivitasnya itu serba positif. Ada guru yang mendampingi. Beda loh, rasanya ninggalin anak di rumah tanpa ada pengawasan, pasti orangtua saat kerja juga enggak tenang. Ya kan, ya kan?

Etapi, menyekolahkan anak di full day school juga beresiko. Resikonya adalah anak kurang bergaul di lingkungan masyarakat. Intensitas bertemu dengan orangtua juga sebentar karena seharian di sekolah sementara kalau malam kan waktunya tidur. Padahal kan ya, orangtua dan anak itu harus punya kedekatan emosional yang intim *menurut saya. Kalau jarang ketemu, jarang ngobrol, bagaimana membangun kedekatan emosional? Lewat smartphone dengan segala kecanggihannya? Kan sekolah, mana boleh main smartphone?

So, kalau buat saya saat ini sih belum setuju saja dengan wacana full day school. Meskipun di sekolah itu kegiatannya positif, tapi sudah pasti kegiatannya adalah belajar belajar dan belajar. Sementara anak juga butuh waktu untuk bermain dan mengenal alam sekitar.


Pendidikan Itu Bukan Hanya di Sekolah


Lagipula, kalau menurut saya itu ilmu dan pendidikan tidak semuanya bisa didapat di sekolah. Tapi ilmu dan pendidikan juga bisa didapat dari keluarga dan lingkungan sekitar. Di sekolah rata-rata seorang anak mendapatkan ilmu akademik, tapi di rumah dan di lingkungan, anak bisa belajar ilmu kehidupan seperti contoh kecilnya adalah kebersamaan dan attitude.

Kebersamaan dan bergotong-royong, biasanya di dapat di lingkungan masyarakat. Saling bantu membantu. Ilmu attitude yang biasanya sudah diajarkan di rumah, seperti contoh kecil mengucap terima kasih, berbahasa halus dengan orang yang lebih tua, menghargai orang lain dan lain sebagainya.

Dan buat saya, ilmu kehidupan, kebersamaan dan attitude itu penting sekali loh. Toh di sekolah kan ada ya pelajarannya secara teori, nah di rumah kan bisa diterapkannya.

Ilmu attitude ini memang harus diterapkan. Soalnya ada loh, rekan saya dengan pendidikan tinggi dan akademik nyaris sempurna, tapi maaf attitudenya enol dan kurangnya rasa sopan terhadap orang yang lebih tua.


Kesimpulannya


Saya belum setuju dengan full day school. Belajar itu tidak hanya di sekolah, tetapi juga di rumah dan di masyarakat. Aktivitas positif juga bukan hanya belajar belajar dan belajar, etapi bermain dengan teman sebaya  dan mengenal lingkungan juga merupakan contoh aktivitas positif.

Witri Prasetyo AjiDiaryPENDAPAT MAHMUD TENTANG FULL DAY SCHOOL   PENDAPAT MAHMUD TENTANG FULL DAY SCHOOL. Beberapa hari lalu,  timeline sosmed saya ramai banget  yang ngebahas soal full day school. Padahal baru wacana loh, tapi bapak menteri sudah menuai banyak protes. Etapi kalau postingan saya ini bukan protes loh ya, hanya pendapat dan apapun...

Comments

comments