BUDAYA SENSOR MANDIRI DIMULAI DARI ORANG TUA

 

BUDAYA SENSOR MANDIRI DIMULAI DARI ORANG TUA. Punya anak balita, tapi suka nonton tivi, padahal tayangan tivi zaman sekarang itu enggak sehat untuk kepribadian mereka. Lantas, bagaimana cara mengatasinya?

Sebagai seorang ibu dengan anak usia balita, terkadang saya jadi rempong sendiri saat anak saya menonton tivi tapi tontonan yang dilihatnya itu bukan untuk anak seusianya. Belum lagi soal perkembangannya yang suka kepo dan gampang banget meniru, saya selalu was-was kalau anak saya nonton tivi. Secara ya, tontonan anak-anak sekarang itu beda banget dengan tontonan semasa saya kecil dulu (era 90-an).

Kalau zaman saya dahulu, tontonannya itu kartun, terus ada ultramen, paling banter ya sinetron laga. Terus adegannyapun enggak sevulgar sekarang. Lihat adegan orang  dewasa (laki-laki dan perempuan) berpelukan saja langsung ditutup matanya, meski ngelirik sedikit, sih. Begitupun kalau lihat artis dengan pakaian yang kurang bahan, berasa malu soalnya saru. Etapi kalau zaman sekarang?

Meskipun setiap film atau sinetron sudah ada logo BO (Bimbingan Orang Tua), SU (Semua Umur) ataupun R (Remaja), masih saja ditonton oleh anak-anak. Jam tayangnyapun juga jam di mana anak-anak suka nonton tivi. Seperti contohnya, sinetron remaja yang diputar pada waktu sore hari di mana keluarga tengah berkumpul, terus ada adegan peluk-pelukkan, cium, berkelahi, balapan dan yang lain sebagainya. Belum lagi ada acara komedi tapi saling mengolok temannya. Mungkin sih niatnya bikin lelucon, tapi kok malah jadi seperti ngebully, ya?

Belum lagi kalau ada film bioskop yang diputar di tivi. Kog adegan vulgar seperti ciuman terkadang di putar tanpa adanya sensor, ya?  Begitun dengan sinetron dari luar negeri yang adegannya terlalu vulgar.

Dan zaman sekarang, anak-anak mudah banget meniru apa yang dilihatnya di tivi. Saya sendiri seolah mengalaminya. Anak saya baru berusia 21 bulan, etapi suka nonton tivi dan dia itu sudah hafal loh sinetron yang tayang di tivi setiap sore. Dia itu sampai meniru adegan berkelahi, adegan balapan. Terus bukan itu saja, di sekolah, murid-murid TK tempat saya bekerjapun juga sering banget meniru gaya sinetron yang ditiru anak saya itu. Lagu yang mereka nyanyiin pun juga lagu orang dewasa, bukan lagi lagu anak-anak.

Karena hal-hal itu, anak saya yang suka meniru adegan di tivi, makanya saya mulai menerapkan budaya sensor mandiri. Saya lebih menyaring lagi tontonan apa yang layak dikonsumsi oleh anak saya. Bahkan, saya sampai memasang parabola atau layanan tivi berbayar agar bisa mendapatkan channel khusus anak-anak. Atau kalau tidak, saya membeli VCD film/lagu anak-anak terus saya puterin deh tuh VCD. Dan cara lainnya saya juga sering banget mendownload film/lagu anak-anak.

Intinya sih gini, budaya sensor mandiri itu dimulai dari orang tua. Untuk anak balita, masih bisa banget dialihkan dengan mudah. Etapi untuk anak usia sekolah yang sudah lebih mudheng dengan tontonan tivi, ada baiknya kalau orang tua selalu mendampingi anaknya saat menonton tivi. Seenggaknya orang tua bisa loh memberi tahu mana yang baik dan mana yang enggak baik, mana yang pantas ditiru dan mana yang sebaiknya ditinggalkan.

Buat para orangtua, yuk mulai menerapkan budaya sensor mandiri. Sensor mandiri itu dimulai dari orang tua loh. Jangan sampai anak-anak kita menjadi korban tontonan tivi yang tidak mengedukasi.

 

 

Witri Prasetyo AjiCompetitionDiary#AyoSensorMandiri,Budaya Sensor MandiriBUDAYA SENSOR MANDIRI DIMULAI DARI ORANG TUA   BUDAYA SENSOR MANDIRI DIMULAI DARI ORANG TUA. Punya anak balita, tapi suka nonton tivi, padahal tayangan tivi zaman sekarang itu enggak sehat untuk kepribadian mereka. Lantas, bagaimana cara mengatasinya? Sebagai seorang ibu dengan anak usia balita, terkadang saya jadi rempong sendiri saat anak saya...

Comments

comments