Nala Mayriska, siapa yang tidak kenal cewek yang satu ini. Sudah anak orang kaya, cantik, baik, pintar lagi. Seisi sekolahpun juga tahu siapa Miss Nala ini.

Sebagai sahabat Nala, terkadang aku iri pada Nala. Nala terlahir begitu sangat beruntung. Selain diberi wajah yang manis dan perawakan yang tinggi langsing bak seorang model, Nala juga terlahir sebagai anak orang kaya yang semua kemauannya selalu mudah terwujud. Barang-barang branded yang selalu dipakainya, ah tak mungkin aku mampu membelinya.  Sementar aku terlahir dari keluarga yang hidup pas-pasan, sama seperti wajahku yang terbilang pas-pasan dan otakku juga yang hanya mampu berpikir pas-pasan. Semua serba pas-pasan untukku.

Lain lagi masalah cowok. Cowok mana juga yang tidak kesengsem melihat Nala yang semakin terlihat cantik dengan baju dan sepatu mahalnya itu. Sementara kalau melihatku? Baju-bajuku dan sepatuku terkadang hanya bekas dari Nala. Oh, sungguh malangnya aku. Betapa aku tidak menaruh rasa iri pada sosok Nala.

Seperti pagi ini, kupingku sudah di buat panas oleh ocehan-ocehan garing dari Ratu Gosip SMA tercintaku ini. “Eh, pada minggir dong, kacungnya Miss Nala muw lewat nih, “ ucap Alin kepada teman-temannya. Aku tetap melangkahkan kakiku menuju ruang kelas. Ucapan yang seperti itu sudah terbiasa aku dengarkan. Walau sejujurnya, terkadang aku merasa lelah dengan semua ini. Lelah menjadi sahabat Nala. Lelah selalu dianggap kacungnya Nala. Tapi, mana ada yang mau berteman denganku selain Nala? Hanya Nala-lah yang mau dekat dengan ku. Alasannya satu, mungkin karena aku gendut, hitam, rambutku sedikit kriting, dan aku juga bukan anak orang kaya. Terlihat jelas bukan? Aku dan Nala sudah bagaikan langit dan bumi saja.

“Ke kantin yuk Feb?!” ajak Nala kepadaku disaat bel istirahat telah berdering. Aku terdiam sejenak. Sebenarnya aku lapar, tapi uang jajanku pas-pasan. Nala bisa aja nraktir aku, sudah jadi ritual harian mungkin. Tapi?? Aku berpikir seribu kali hanya untuk menjawab ajakan Nala.

“Kok diem sih Feb? Ayo, gue udah laper nih, “ tambah Nala dengan rengekkan manjanya.

Aku mengangkat wajahku setelah sekian lama aku menunduk dan diam. Aku menoleh ke arah Nala. “Loe sendirian aja ya? Gue mau ke perpus, “ jawabku menolak ajakan Nala.

“Perpus??” tanya Nala seakan tak percaya. Keningnya berkerut. “Sejak kapan loe doyan ke perpus Feb?” tambahnya lagi.

Yups, mungkin perpus bukan alasan yang cocok untuk aku menolak ajakan Nala. Selama ini aku memang alergi banget dengan yang namanya perpus. Mungkin hanya suatu keajaiban yang mampu membawaku menuju ruangan yang membosankan itu.

Aku hanya terdiam. Hmm, alasan apa lagi yang harus aku lontarkan pada Nala. “Kok diam sih Feb?” tambah Nala.

“Eh oh eh, nggak apa-apa.”

Aku tahu, Nala pasti curiga dengan perubahanku ini. Namun, ini harus ku biasakan. Dan sampai hari-hari berikutnya, aku pun mampu menjauh dari sosok Nala. Aku lebih sering menyendiri. Manahan rasa laparku di perpustakaan. Dan sepertinya aku mulai menyukai dengan yang namanya perpustakaan.

*          *          *

            “Sepertinya ada yang mengundurkan diri nih jadi kacungnya Miss Nala, “ celoteh Alin di saat aku sedang menghabiskan makananku di kantin sekolah.

Yups, kebetulan hari ini Ibu kumemberi aku uang jajan sedikit lebih, tidak banyak sih, tapi cukuplah untuk embeli semangkuk bakso dan segelas es teh.

Alin dan geng-nya mendekat ke arah meja ku. Tapi aku tidak menggubrisnya sama sekali. Di hadapanku, mereka tidak lebih dari nenek lampirnya, setannya SMA Dwisaka ini. Semua orang pun tahu, watak sombong Alin dan rasa iri-ny pada Nala.

Hmm, namun aku sedikit heran pada diriku, kenapa aku menjauhi Nala hanya karena nenek lampir ini? Tidak, aku hanya ingin membuktikan pada nenek lampir ini kalau aku bukan kacung-nya Nala. Nala tidak pernah memperlakukan aku seperti kacung, Nala juga tidak pernah menyuruh-nyuruh aku. Nala selalu menghargai aku. Tapi….. Mungkin rasa iri ku pada Nala-lah yang membuatku menjauhi Nala. Bukan hanya aku, siapapun pasti juga bakalan iri dengan pesona yang di miliki Nala, termasuk Alin.

Nala oh Nala. Kau benar-benar sempurna. Pekikku dalam hati.

*          *          *

            Sudah hampir seminggu ini Nala tidak masuk sekolah. Hatiku merasa khawatir. Apakah Nala baik-baik saja?? Tanyaku lirih pada diriku sendiri.

Tidak biasanya Nala seperti ini. Nala itu siswa yang rajin. Tapi, kenapa udah hampir seminggu Nala tidak masuk sekolah?

Aku ingin sekali pergi kerumah Nala, mencari tahu keadaan Nala. Tapi? Keegoisanku nampaknya mulai tumbuh di hatiku. Ah, Tidak!! Jeritku. Tapi, tapi dan tapi. Selama ini Nala begitu teramat baik kepadaku. Kenapa aku begitu tega padanya? Hanya karena aku tidak mau dianggap sebagai kacungnya, aku bahkan tega menjauhi sahabat yang selama ini baik terhadapku. Sahabat macam apa aku ini? Mudah sekali terkena hasutan si nenek lampir. Begitu rapuhnya tali persahabatan yang aku miliki.

Tanpa pikir panjang dan sama sekali aku tidak peduli dengan ocehan  nenek lampir, akhirnya pulang sekolah aku memutuskan untuk berkunjung kerumah Nala yang super mewah itu. Rumah bertingkat yang mempunya taman di halaman depan rumah, serta berkolam renang di samping rumahnya. Rumah bercat ungu itu terlihat sangat sepi sekali.

Aku memencet bell rumah Nala. Tak berapa lama kemudian, Mbok Min -pembantu Nala- membukakan pintunya. “Non Febi, “ ucap Mbok Min setengah terkejut.

Aku mencoba tersenyum pada wanita separuh baya yang hampir sebulan ini tak pernah aku temui. Karena, biasanya setiap pulang sekolah aku pasti bertemu dengan Mbok Min.

“Nala-nya ada Mbok?” tanyaku dengan penuh sopan.

Mbok Min terdiam. Menunduk. Raut wajahnya sekilas berubah mendengar pertanyaanku. “Kenapa Mbok?” tanyaku yang sedikit kebingungan dengan sikap diamnya Mbok Min.

“Non Febi belum tahu yaw? “ tanyanya yang menurutku aneh. kalau aku tahu, aku juga nggak bakalan kesini Mbok.

“Emangnya ada apa sih Mbok?”

Mbok Min menarik nafas panjang. “Non Nala kan ke Singapura Non. Operasi Ginjal disana?” jawab Mbok Min yang membuat jantungku seakan berhenti berdetak. Operasi ginjal? Siapa yang sakit ginjal?

“Maksud Mbok?”

“Iya Non, selama ini Non Nala kan sakit ginjal, “ ucapan Mbok Min benar-benar meruntuhkan dunia ku. Aku benar-benar kecewa dengan diriku sendiri. Sahabat macam apa aku ini, sampa-sampai tidak tahu kalau sahabatku sendiri mempunyai penyakit yang tidak bisa dianggap enteng.

Aku pulang dengan langkah kaki yang begitu lemas. Aku tak pernah menyangka denga yang terjadi saat ini. Di balik pesona Nala yang begitu sempurna, ternyata Nala mengidap gagal ginjal. Nala oh Nala, semoga kau baik-baik saja sahabatku. Maafkan aku yang akhir-akhir ini begitu egois terhadapmu.

*          *          *

Witri Prasetyo AjiCerpenNala Mayriska, siapa yang tidak kenal cewek yang satu ini. Sudah anak orang kaya, cantik, baik, pintar lagi. Seisi sekolahpun juga tahu siapa Miss Nala ini. Sebagai sahabat Nala, terkadang aku iri pada Nala. Nala terlahir begitu sangat beruntung. Selain diberi wajah yang manis dan perawakan yang tinggi langsing bak...

Comments

comments