KETIKA SEBUAH PEKERJAAN TERDISKRIMINASI
KETIKA SEBUAH PEKERJAAN TERDISKRIMINASI
KETIKA SEBUAH PEKERJAAN TERDISKRIMINASI. Bicara soala pekerjaan, harus saya akui kalau yang berseragram dan berpangkat itu ‘terkadang’ dianggap lebih keren dari kami yang enggak berseragram dan enggak punya pangkat. Heheh… Bukannya iri sih, wong takdir setiap orang itu berbeda-beda, tapi terkadang, diskriminasi pekerjaan itu terkadang bikin risih. Seolah-olah pekerjaan ini itu yang paling ‘wah’ sementara pekerjaan yang itu dipandang sebelah mata. Bahkan yang miris, karena adanya pekerjaan yang dipandang sebelah mata, tidak sedikit siswa yang malu dengan pekerjaan orang tuanya. Hiks… ini mengerikan.
Makanya, di RA/TK tempat saya bekerja, siswa-siswinya diajarin kalau setiap pekerjaan itu bagus dan baik. Contoh nyata yang pernah saya dengar, guru RA/TK ngajarin tuh kalau pekerjaan tukang sampah itu baik karena membersihkan lingkungan dan mengajak siswa-siswinya supaya berterima kasih pada tukang sampah. Tapi bukan berarti kalau gede ntar mau jadi tukang sampah loh ya, cita-cita boleh setinggi langit, ikhtiar boleh semaksimal mungkin, tapi takdir tetap di tangan Allah.
Sebenarnya, saya membuat tulisan ini bukan karena saya iri sama situ yang punya seragram putih atau doreng, punya jabatan letnan atau apala-apalah, toh saya enggak mudheng apa itu. Saya mah apa atuh, saya sama suami Cuma seorang buruh…. heheh. Tapi teuteup harus disyukuri…
Berawal dari bapak atau emak yang kadang suka muji anak orang yang kerjanya pakai seragam ini itu, kok kayaknya mereka seneng banget. Nah, saya anaknya (meskipun pekerjaan saya juga berseragram) kog malah selalu direndahkan dengan kata ‘buruh’. Apa karena saya Cuma pengurus administrasi saja dan enggak mengajar? Enggak apa-apa sih pekerjaan saya selalu direndahkan atau mungkin merendah, tapi bukan berarti harus meninggikan pekerjaan anak orang dong, ya? Wong kalau saya ini boleh milih takdir, saya mah juga pengen jadi bu dokter biar bisa nyembuhin orang sakit, mau dong punya suami kaya raya… hahaha, kan enggak bisa dipungkiri, dapat suami kaya bisa jadi kebanggaan tersendiri… uhuks *langsung diinterogasi suami nih…
Enggak-enggak, saya mah bukan perempuan seperti itu. Suami adalah jodoh yang Allah berikan kepada saya, bagaimanapun keadaannya harus tetap disyukuri. Toh setiap orang itu berbeda-beda. Ada yang kaya harta tapi miskin hati, ada yang kaya hati tapi miskin harta. Sementara soal seragrma keren, itu bukan jaminan keluarga bahagia. Kalau enggak percaya, coba tanya teman saya yang dapat suami bersergram tapi endingnya harus bertemu di pengadilan agama.
Ah, saya kog malah curhat ngalor-ngidul. Lantas apa hubungannya dengan pekerjaan yang terdiskriminasi tadi? Kenapa harus terdikriminasi? Entahlah saya juga tidak tahu. Karena pada kenyataannya, dokter, polisi, tentara atau pekerjaan yang berseragram dan berpangkat itu terasa lebih terhormat. Kalaupun ada pengusaha terhormat, mungkin karena sudah sukses. Meskipun saya tahu, enggak semuanya seperti itu. Kehormatan setiap orang bukan ternilai dri pekerjaannya, melainkan dari perilakunya. Banyak kan, yang berseragram dan berpangkat tapi menyalahi norma?
Tapi kembali lagi, tak bisa dipungkiri kalau yang bersergram dan berpangkat itu memang lebih membanggakan. Contoh kecil saja anak kecil, ditanya cita-cita kalau sudah gede mau jadi apa? Jawabnya pasti kebanyakan jadi dokter, polisi, tentara, ataupun guru. Ma ada anak kecil yang ditanya kalau gede mau jadi blogger atau penulis, wkwkwkw. Wong, Arjuna (anak saya) yang baru 16 bulan saja kalau ditanya gede mau jadi apa jawabnya, doteng (dokter). Wong, Arjuna saja mau diajak Akung (dari suami) juga kalau pakai seragram, maklumlah Beliau kan PNS. Tapi untung, kalau sama Akung (bapak saya) enggak gitu, maklumlah bapak saya Cuma buruh biasa.
Lagi pula, kembali lagi tidak bisa dipungkiri, masyarakat lebih ‘melek’ dengan mereka yang berseragram dan berpangkat. Pastilah orang tua bangga kalau anaknya berseragram atau berpangkat, bangga juga kalau dapat menantu berseragram atau berpangkat. Mana ada to yang mau anaknya atau dapat menantu blogger atau penulis? Meskipun harus saya sadari, toh ada mereka yang jadi penulis atau blogger dan dapat uang yang bejibun. Tapi kembali lagi, yang terlihat itu loh yang bikin melek.
Argh, saya kog jadi ngalor-ngidul lagi. Bekerja sebagai seorang tata usaha dan operatos sekolah tetap saya syukuri meskipun ‘mungkin’ ini bukan pekerjaan yang membanggakan. Apalagi sok-sokan ditambah jadi penulis dan blogger, orang daerah saya mana ngerti itu, kalaupun saya dapat uang dari itu ngertinya mereka juga pasti minta bapak atau suami. Kan juga bukan rahasia lagi, berapa to gaji honorer itu. Tapi apapun pendapat itu, saya enggak peduli, yang penting mengajarkan kepada anak agar kelak enggak malu mengakui pekerjaan kedua orang tuanya. Dan maaf, jika pekerjaan saya ini belum bisa membanggakan buat bapak. Tapi saya selalu berusaha ingin membuat bapak bangga dengan apa yang saya lakukan enggak pernah sia-sia. Inshaa Allah, pekerjaan saya ini bermanfaat bagi orang lain meskipun saya enggak nyembuhin orang sakit.
Okey… postingan ini hanya sebatas curahan hati atas dasar kekecewaan. Maaf bila ada salah kata. Yang jelas, saya bangga dengan pekerjaan saya, saya enggak iri dan enggak benci dengan Anda yang berseragram dan berpangkat. Toh meski saya enggak punya pangkat, saya juga berseragram kok, hehehe… J
https://diajengwitri.id/2016/04/08/ketika-sebuah-pekerjaan-terdiskriminasi/DiaryKETIKA SEBUAH PEKERJAAN TERDISKRIMINASI KETIKA SEBUAH PEKERJAAN TERDISKRIMINASI. Bicara soala pekerjaan, harus saya akui kalau yang berseragram dan berpangkat itu ‘terkadang’ dianggap lebih keren dari kami yang enggak berseragram dan enggak punya pangkat. Heheh... Bukannya iri sih, wong takdir setiap orang itu berbeda-beda, tapi terkadang, diskriminasi pekerjaan itu terkadang...Witri Prasetyo AjiWitri Prasetyo Ajiwitinduz2@gmail.comAdministratorHappy Wife Happy Mom Author Bloggerdiajengwitri.id - Lifestyle Blogger
Ikutan nyesek. Tapi biarlah anjing mengonggong. 🙂 Toh gak minta makan ke tetangga. 🙂
Betul sekali Mbak… 🙂
Bener mba..nyesek banget, padahal secara pendapatan yang tidak berseragam bisa lebih besar, loh! Contohnya pedagang, mereka tidak berseragam, malah terkesan santai, tapi lihat rumah atau asetnya wah…
Memang orang sukanya hanya menilai dari penampilan aja ya..
Biarin aja deh, seperti mba Anisa bilang, biarlah anjing menggonggong 🙂
Betul banget, Mbak
Selalu berusaha tersenyum ajah deh
Kan orang bekerja intinya juga nyari uang, enggak nyari pujian… heheh
Syukuri apa yang ada hidup adalah anugerah. Banyak yg bilang saya pe en es enak, andai orang2 tau beban apa yg dipikul dibalik label itu. Kalau saya punya usaha sendiri mending jadi pengusaha. Bebas
Jadi PNS sebenarnya juga berat yaa, Mbak…
Betul, pengusaha itu bebas.. tidak terikat waktu
Masihhh dan banyak yang begitu memang mbak
Terkadang juga cuek saja kalau membuat hati org lain luka
Tapi buat saya
Pangkat derajat Pati (kematian) Gusti Allah yg menentukan
Tetap semangat mbak 🙂
Iya, Mbak… Semangattt 🙂
Kalau pengusaha itu kapan berseragamnya?
Saya nyesek banget kalo ortu yang nyindir2 yang banding membandingkan.
Hehe.. iya pengusaha mah enggak pernah berseragram
Yups… menyakitkan kalau dibandingkan sama orang tua
dibandingkan sama saudara ajah kadang nyesek, apalagi dibandingkannya sama orang lain… nyesek kuadrat
hai mbak salam kenal, hehe
hahahha mbak ajeng… pukpukin :))
susah deh memang kalau berada dalam situasi seperti itu kesel pastinya
saya juga nggak berseragam sik
yang penting hati kita tahu apa yang kita kerjakan bener 🙂
Hehehe.. betul Mbak Ninda 🙂
Waktu kecil aku sempat punya cita-cita jadi petugas parkir. Soalnya di mataku mereka keren banget, bisa bikin mobil-mobil berjajar rapi di parking lot, —belum lagi bisa banyak dapat recehan, hahaha. Mungkin karena itu aku tumbuh jadi anak yang menganggap semua pekerjaan itu keren. Semua perkejaan di dunia ada “tempat”nya masing-masing, gak ada yang lebih kecil karena saling mengisi. Just imagine, gimana kalau di dunia gak ada petugas sampah? Gak ada sopir taksi? Pasti kacau, kecuali kalau udah pada bisa bikin robot serba bisa :p
Kebetulan 2 bulan yang lalu aku terpilih jadi inspirator pengajar di Kelas Inspirasi, aku jadi punya kesempatan untuk share sama adik-adik di SD kalau pekerjaan itu gak cuma dokter dan pegawai kantoran. Tapi ada penulis, ada musisi, ada penjahit, dan lain sebagainya, —dan semuanya sama kerennya! 🙂
Mengenalkan berbagai macam profesi pada anak-anak menurutku bisa “memutuskan rantai” generasi yang suka mendiskriminasi profesi tertentu. Kalau gak dihentikan bisa-bisa banyak anak yang malu-malu buat tunjukin passion mereka yang sebenarnya hanya karena lingkungan memandang sebelah mata profesi yang mereka pilih. Be anyone you wanted to be! 🙂
Betul sekali… bahkan menurut aku, pekerjaan sebagai asisten rumah tangga juga keren, bayangkan bila enggak ada yang mau jadi ART, gimana nasib mereka yang super duper sibuk?
Aq kerja di perush swasta di cikarang, dan ketika di tanya orang, yakin deh pasti dibenak mereka klo di cikarang ya pasti kerja di pabrik2 gtu. Ya mmg d pabrik, tp aq akn blg bukan sbg ‘buruh’ (bukan maksud merendahkan pekerjaan buruh ya), karena akn membuatq nampak merendahkan diri sendiri yg akhirnya malah jd kesel sendiri.
Jadi aq setuju sm mba qt harus bangga dg pekerjaan kita, dan bisa menyebutkan ke org lain bhwa pekerjaan qt membanggakan dan menyenangkan, apapun itu.
Iyaaa. Cikarang identik dengan pabrik.. kebanyakan teman yang di Cikarang juga kerja di pabrik dan gajinya sebenernya malah lumayan… hehe
Urusan rumah tanggaku tidak pernah keluar dari pintu rumahku. Karena ya begitulah seperti diatas, masing2 sudah punya pilihan, orang lain nggak akan paham.
Capek kalau harus memuaskan semua orang. Maunya sih nggak keluar Mak Lus,tapi banyak orang yang kepo jadi bikin gerah. Soalnya akupun udah pernah ngalamin hal tersebut, nggak tanggung2,yang kepo malah art tetangga yang sudah sepuh, pie ngadepinnya kalau gitu? Hehe, bales nyolot nggak sopan sama orang yang sudah tua, diem aja tapi gerah rasanya#curcol
Belajar dari pepatah ‘jangan lihat seseorang dari luarnya saja’ setuju nggak sihhh, hehe
Setuju dong 🙂
Yaps, yang menentukan kehormatan seserorang bukan pangkat dan seragamnya melainkan tingkah lakunya 🙂
Betul sekali…
Aku justru menolak kerja sebagai PNS dan banker sejak awal dulu. Jadi kalo banyak teman seangkatan kuliah pada daftar PNS dan banker, aku malah pilih kerja di swasta 😀
keren nih, padahal PNS dan Banker banyak yang nyariii 🙂
Kalau saya sih cuek bebek ajah 😛 hihi
siiipppp 🙂
Masing2 orang sudah ada porsi rezekinya sendiri2…syukuri saja apa yg ada. Btw..oot…anaknya namanya Arjuna, jangan2 pas lahir pas jamannya Mahabharata yg arjunanya cakep di anteve itu? Xixxii
Ho’oh, betul sekali
dan kebetulan suami emang suka wayang
dan gara2 tak kasih nama Arjuna, emaknya dinyinyirin sampai dibilang kebanyakan drama.. whahaha
operator dan TU, ya saya akui sebagian menyepelekan. Bapak saya sendiri seorang TU dan saya ketika ngajar justru respeknya ke TU, karena kerjaan guru dia yang ambil. Tau kan mbak, ada guru yg nggak bisa ngetik, nggak bisa bikin RPP dan segala macam.
betul sekali, tapi terkadang malah dipandang sebelah mata dan ada loh guru yang suka perintah seenaknya kayak TU itu cuma bawahan atau pesuruh. Ya emang enggak semua sih…