KEMATIAN PAK BUDI ITU SALAH SIAPA?

 

Hidup, mati dan rejeki seseorang itu adalah TAKDIR. Iya, Takdir…

Tapi bagaimana dengan kematian Pak Budi?

Takdirkah?

Iya… Takdir…

Takdir meninggal dengan tragis karena meninggal di tangan siswanya sendiri…

***

#MondaySchool yang enggak pernah update ini akhirnya kembali update. Ngebahas apalagi kalau bukan ngebahas kepergian salah satu rekan seprofesi kami. Seorang pahlawan tanpa tanda jasa yang harus meninggalkan dunia untuk selama-lamanya lantaran amarah siswanya sendiri.

Sedih?

Jangan tanya lagi! Jika kau masih punya hati, mungkin kau bisa merasakannya.

Datang ke sekolah demi sebuah tugas. Gaji tak seberapa yang belum tengah bulan saja sudah habis. Mengajar dengan sepenih hati tapi tak dihargai. Ketika kau menegur sang bocah, justeru harus kehilangan nyawa dan meninggalkan seorang isteri yang tengah mengandung 4 bulan.

Bagaimana nasib isterinya kelak?

Bagaimana nasib sang jabang bayi yang ketika dia melihat dunia, dia sudah menjadi anak yatim?

Ini semua, salah siapa?

Salah Pak Budi yang menegur siswanya?

Salah siswa yang berani menghajar gurunya sendiri?

Argh…

Kita tidak akan menemukan titiknya jika hanya mencari siapa yang salah. Ya sudah… beri saja hukuman seberat-beratnya pada sang bocah… biar jera, biar tak ada lagi siswa yang berani melawan gurunya…

Semudah itukah?

 

Baca Punya Jeng Cheila :

Ketika Guru Tak Lagi Digugu dan Ditiru

***

Berita seorang murid yang berani melawan gurunya bukan lagi berita baru yang bakalan bikin kita bilang “wow”. Permasalahan semacam ini, sering sekali terjadi. Bukan siswa SMA/SMK saja, tapi siswa SD pun ada yang berani melawan gurunya. Pun dengan siswa SMP.




Beberapa bulan yang lalu, saya sempat melihat video anak SD yang memaki gurunya dengan kata-kata kasar lantaran gurunya menegur dia. Miris… Profesi guru yang zaman saya sekolah terlihat sangat mulia, siswa-siswi begitu menghormatinya, kini tak lebih berharga dari artis korea yang selalu diagung-agungkan oleh kawula muda. Guru seolah tak lagi ada harganya di mata siswanya sendiri.

Belum lagi kabar, seorang siswa yang memenjarakan gurunya sendiri. Dan parahnya hari ini, kita malah mendengar kalau ada seorang siswa yang tega membunuh gurunya sendiri.

Di mana hati nurani ini?

Mau di bawa kemana bangsa kita kalau generasi mudanya bermoral bobrok?

Salah siapaaaa?

Salah guru yang tak becus mengajar dan mengerti siswanya?

Salah keluarga yang tak membekali sang anak dengan moral dan sopan-santun?

Atau salah kemajuan teknologi yang dengan mudahnya memberi akses kebebasan pada anak-anak?

Entahlah…

***

Kasus seorang siswa yang berani pada guru bukan hanya saya lihat dari media saja. Melainkan, di sekolah sayapun mengalaminya. Iya… megalaminya…

Sebagai sekolah swasta dengan siswa-siswi yang luar biasa, kami harus bekerja ekstra untuk menghadapi mereka. Apalagi, kebanyakan siswa-siswi itu terlahir dari keluarga ‘broken’ dengan minimnya minat sekolah.

Saya tidak menyalahkan rekan-rekan saya jika mereka sempat emosi saat menghadapi siswa-siswi. Lah bagaimana tidak emosi, kalau saat guru mengajar, siswanya malah asyik mengobrol, siswanya malah asyik dengan smartphonenya. Atau yang lebih menjengkelkan, malah ada siswa yang hobi menggoda temannya yang menikmati pelajaran. Saat guru menegur, siswa justeru mencaci dengan kata-kata kasar, adapula yang emosi.

Tapi…

Saya juga tidak bisa menyalahkan 100% sang siswa ketika saya mendapati kehidupan mereka yang tidak biasa. Jangan menyepelekan seorang anak yang terlahir dari keluarga broken, itu bukan salah mereka akan tetapi mereka harus kehilangan rasa kasih sayang dari orang tua. Alhasil, di sekolah mereka suka mencari perhatian dan endingnya maah mencari masalah dengan guru.

Menjadi guru tidaklah mudah… sama sekali tidak mudah. Kita tidak hanya dituntut untuk mengajari anak tentang materi pelajaran maupun harus menyelesaikan urusan administrasi guru, melainkan ada tuntutan lain yang lebih penting, yaitu : memperbaiki moral anak yang semakin bobrok.

Akan tetapi, jangan salahkan guru jika dia tak lagi berhasil memperbaiki moral siswa-siswinya. Guru hanyalah orang tua kedua. Ada orang tua dalam keluarga. Jangan berharap moral anak-anak bisa mudahnya diperbaiki tanpa adanya kerja sama dari orang tua ybs sendiri.

Jadi… jika kalian bertanya, bobroknya moral anak itu salah siapa? Tidak perlu ada yang disalahkan. Dari pada menyalahkan, alangkah lebih baiknya kita berjuang bersama untuk masa depan anak.




Witri Prasetyo AjiDiary(adsbygoogle = window.adsbygoogle || ).push({}); Beberapa bulan yang lalu, saya sempat melihat video anak SD yang memaki gurunya dengan kata-kata kasar lantaran gurunya menegur dia. Miris... Profesi guru yang zaman saya sekolah terlihat sangat mulia, siswa-siswi begitu menghormatinya, kini tak lebih berharga dari artis korea yang selalu diagung-agungkan oleh kawula...

Comments

comments