Suatu hari seorang teman lama tiba-tiba menghubungi saya melalui DM di sosial media. Tanpa basa-basi, diapun ingin meminjam uang pada saya. Jujurly, sayapun ragu, benar dia apa bukan? Mengingat saat ini banyak sekali terjadi penipuan di sosial media dan mengaku sebagai teman lama. Sayapun akhirnya mencoba menghubungi beberapa teman lama yang sama-sama mengenal—sebut saja si X. Dan benar, si X ini juga menghubungi teman-teman lainnya dengan kepentingan yang sama yaitu ingin meminjam uang.

Saya dan beberapa teman yang dihubungi si X ini mencari tahu tentang kondisi si X. Masa iya sih mau pinjam uang? Setahu kami, si X dan suaminya itu bekerja secara mapan di sebuah perusahaan besar dengan gaji yang lumayan. Bahkan, si X dulu pernah pamer gajinya yang banyak pada kami. Urusan rumah, si X dan suaminya ini juga sudah punya. Lantas, kenapa sampai ingin pinjam ke kami?

Dari cerita yang saya dengar, suami si X ini kena PHK karena pandemi. Dan si X ini akhirnya jadi tulang punggung keluarga.

Yang saya heran, gaji si X dan suaminya ini tuh besar. Bahkan mereka sering mendapat bonus dari kantor. Masa iya sih mereka tidak ada dana darurat ataupun tabungan? Melihat gaya hidup mereka juga bukan yang ‘wah‘. Dan si X sama suaminya ini juga bukan sandwich generation.

Usut diusut, kebocoran keuangan si X dan suami ini ada pada makan dan lebih tepatnya mereka tidak bisa berhemat. Si X dan suami ini hobi sekali jajan bahkan si X bisa dibilang tidak pernah memasak. Urusan rumah selalu membayar orang untuk membersihkan, urusan mencuci seterika selalu ke laundry. Intinya sih lebih ke malas, sebenarnya bisa dikerjakan sendiri tapi karena ‘merasa punya uang‘ ya memilih membayar jasa. Terus, si X dan suami juga tidak bisa mengelola keuangan mereka. Mereka terlalu percaya diri kalau pendapatan mereka akan selalu banyak. Alhasil, sekarang pendapatan menurun dan mereka tidak punya dana darurat maupun tabungan.

 

pentingnya dan manfaat menerapkan money parenting pada anak usia dini

Berkaca dari kasus si X itu saya merasa lebih beruntung. Selama ini punya orang tua yang selalu mewanti-wanti ke saya untuk bisa berhemat dan mengelola keuangan dengan benar. Memberi prinsip ke saya, selagi bisa dikerjakan sendiri, tidak perlu membayar orang. Intinya jangan malas dan kelola uang secara bijak! Kalau uang sudah terkumpul, bisa diinvestasikan.

Dan sekarang, sebagai seorang ibu, sayapun juga ingin mengajarkan hal serupa kepada anak saya. Meskipun anak saya masih 7 tahun, saya dan suami sepakat untuk menerapkan money parenting.

Pentingnya dan Manfaat Menerapkan Money Parenting Pada Anak Usia Dini

Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut tentang penerapan money parenting, yuk kita pahami dulu apa itu money parenting.

Menurut Eastspring, Money Parenting adalah proses mendidik anak-anak dalam hal tanggung jawab finansial dan sosial yang terkait dengan uang. Dalam money parenting, orang tua mewariskan perilaku dan keyakinan mereka tentang keuangan pada anak-anaknya. Seperti orang tua yang mengajari saya untuk berhemat dan berinvestasi. Nah, sekarang sayapun juga akan mengajari anak saya untuk mengelola keuangan.

Cara saya menerapkan money parenting

cara menerapkan money parenting pada anak usia dini

Sebelum mengajari anak untuk mengelola keuangan, saya mengenalkan uang dulu pada anak saya. Memberi pengertian kalau uang ini untuk membeli barang ataupun makanan. Jadi, saat jajan, terkadang saya menyuruh anak saya yang membayarkannya. Padahal waktu itu dia masih kecil, sekitar 2 tahunan dan belum paham hitung-hitungan uang. Tapi, dia cukup mengerti kalau uang itu untuk jajan… hahaha.

Setelah tahu kalau jajan itu pakai uang, saya mengenalkan celengan pada anak saya. Saya belikan dia celengan, lalu saya ajari dia memasukkan uang koin ke dalam celengan. Meskipun belum paham benar, saya bercerita pada anak saya yang waktu itu masih balita kalau punya uang itu ditabung.  Dan waktu dikasih uang sama kakek neneknya, otomatis dimasukkan ke dalam celengan. Yah,meskipun akhirnya malah digunakan orang tuanya saat kepepet sih waktu itu #janganditiru.

Setelah anaknya sekolah dan mulai mengerti saat disuruh, saya sering memberi dia upah jika dia saya suruh belanja ke warung. Etapi, saya juga memberi pemahaman kalau beli itu uangnya jangan kurang alis hutang. Tanya dulu harganya, uangnya kurang atau tidak. Kalau kurang, belinya ditunda dulu, pulang dulu dan minta tambah ke mama. Dan jurus itu berlaku sampai saat ini. Serta hal yang saya sukai, ketika anak saya disuruh ke warung, kalau dia sedang tidak ingin jajan, uangnya maka dimasukkan ke dalam celengan.

Saat ini anaknya sudah 7 tahun, dan sedikit demi sedikit mulai belajar mengatur keuangan. Padahal sedari PAUD anaknya tidak pernah bawa uang saku saat ke sekolah karena dari sekolah memang tidak diizinkan dan di sekolah sudah dapat jatah snack dan makan.

Loh, tidak bawa uang saku, bagaimana cara mengelola keuangan?

Drama tidak pernah membawa uang saku ini sempat mengganggu pikiran saya. Karena keponakan saya sedari kecil juga sekolah di sekolah yang tidak diperbolehkan membawa uang saku, alhasil sekarang sudah kelas 6 SD anaknya tidak bisa mengelola keuangan. Bahkan jajan atau mau beli apa-apapun bergantung pada orang tua. Belajar dari itu, meski di sekolah tidak membawa uang saku, di rumah anak  tetap saya ajari mengelola keuangan. Seperti saat ini, saya memberi jatah dia uang jajan 25 ribu sehari. Yang 5 ribu untuk membayar uang makan di sekolah dan yang 20 ribu untuk jajan di rumah. Meskipun jajan ke warung kadang mengajak ayahnya atau saya, tapi saya tetap memberi tahu si anak, jajannya habis segini, uangnya tinggal segini dan anak juga mudeng. Jadi, saat uangnya habis, dia tidak jajan lagi. Dan kalau masih sisa, uangnya ya masuk celengannya. Menurut saya, ini juga sebuah tanggungjawab. Kalau uangnya habis ya tidak maksa untuk jajan.

Selain itu, setiap anak menginginkan sesuatu, saya dan suami juga sepakat tidak langsung mengabulkannya. Selain mengajak dia menabung dulu kalau mau membeli sesuatu, saya juga memberi tahu dia kalau mau dapat uang itu harus bekerja. Bahkan, saya juga melibatkan anak saya kalau ada job, nantinya dia juga saya kasih ‘bayaran‘. Jadi, anak saya juga tahu konsep ‘berusaha‘.

‘‘Emaknya Juna perhitungan!‘‘
‘‘Emaknya Juna ribet banget...‘‘

Banyak komentar yang saya dapatkan ketika menerapkan money parenting pada anak saya. Tapi yasudahlah, toh money parenting ini juga penting banget karena bakal berpengaruh ke kehidupan masa depannya.

Pentingkah menerapkan money parenting pada anak usia dini?

Seperti yang saya tuliskan di atas, menerapkan money parenting ke anak ini sangatlah penting untuk masa depannya.  Kalau ada yang tanya, ‘‘meskipun anak masih keci?‘‘. Yups, karena saya adalah orang yang berprinsip kalau apa yang orang tua ajarkan sedari kecil akan berpengaruh ke masa depannya.

Bukan hanya tentang pengelolaa keuangan sedari kecil, pun juga tentang ibadah dan hal-hal baik.  Buat saya, mengajarkan hal-hal baik ke anak memang seharusnya sedari kecil.

Manfaat menerapkan money parenting pada anak usia dini.

Karena begitu pentingnya menerapkan money parenting pada anak usia dini, pastinya akan ada manfaatnya. Itu jelas sekali. Lantas, manfaat apa saja yang didapatkan ketika menerapkan money parenting pada anak?

manfaat menerapkan money parenting pada anak usia dini

Dan itulah pentingnya dan manfaat menerapkan money parenting pada anak usia dini. Oh ya, menurut data Eastspring, penerapan money parenting di Indonesia untuk anak di bawah 10 tahun masih 67% karena 70% keluarga di Indonesia menganggap money parenting ini adalah tanggung jawab ayah dan ibu. Padahal, seharusnya anak juga harus dilibatkan dan orang tua mengajarinya dan mendampingi sang anak mengelola keuangannya.

5 karakter money parenting

Dari 5 karakter tersebut, karena anak saya belum bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan, mungkin saya menerapkan karakter The Nurturers atau Sang Pengasuh.

The Nurturers atau Sang Pengasuh
‘‘Anaknya sedari kecil sudah menabung, pasti banyak dong saldo tabungannya?‘‘

Enggak juga! Hehe... Dalam kasus ini, saya dan suami bisa dibilang nakal, untuk kebutuhan kepepet, saya dan suami suka ‘pinjam‘ uangnya anak saya. Padahal loh saya sudah membuat rekening sendiri buat anak saya dan tidak saya fasilitasi mobile banking. ATM saya simpan rapat, eh pas keuangan saya dan suami berada di titik terendah seperti fee belum cair, akhirnya tabungan anak saya yang jadi tumbalnya.

Seolah sudah kebiasaan, saya paling tidak bisa menabung dalam bentuk tabungan meskipun di bank. Sudah tidak menggunakan mobile banking, eh kok ya ke ATM. Lantas, solusi agar tabungan bisa terkumpul dengan aman tanpa tergoda di ambil sedikit demi sedikit? YA DIINVESTASIKAN!

Lantas, bagaimana cara menginvestasikannya?

Soal investasi, beberapa investasi yang saya lakukan adalah dalam bentuk saham, reksadana, deposito dan emas.  Pengennya sih bisa investasi dalam bentuk properti atau tanah, tapi uangnya kan belum cukup. Semoga ya suatu saat nanti… Aamiin.

Untuk anak, apakah juga investasi dalam bentuk saham? Reksadana? Deposito? Atau emas?

Nah, mau investasi dalam bentuk apa untuk anak saya ini sudah saya pikirkan matang-matang. Saya lebih memilih menginvestasikan tabungan anak saya ke dalam bentuk Reksadana.

mengapa investasi reksadana

Di mana beli Reksadana?

Sekarang ini banyak sekali platform beli reksadana secara online, salah satunya yaitu Invesnow. Investasi reksadana di Invesnow ini kita tidak perlu download aplikasinya, cukup dari website saja dan pilihan reksadananya juga banyak.

Kenapa di Invesnow?

kenapa beli reksadana di invesnow

Semakin anak tumbuh besar semaki banyak pula kebutuhannya. Kalau anak dibekali dengan skill mengelola keuangan dengan bijak, masalah keuangan InsyaAllah aman.

Buat para orang tua dan calon orang tua, bagaimana pendapat kalian tentang menerapkan money parenting pada anak usia dini? Sharing yuk pengalamannya…

Witri Prasetyo AjiInformationSuatu hari seorang teman lama tiba-tiba menghubungi saya melalui DM di sosial media. Tanpa basa-basi, diapun ingin meminjam uang pada saya. Jujurly, sayapun ragu, benar dia apa bukan? Mengingat saat ini banyak sekali terjadi penipuan di sosial media dan mengaku sebagai teman lama. Sayapun akhirnya mencoba menghubungi beberapa teman...

Comments

comments