SEBUAH CERITA LAMPAU

Hey Ky, apa kabar kamu? Sudah pastilah baik, apalagi kudengar kau baru saja menikah. Selamat ya, semoga kau bahagia bersamanya. Aamiin.

Ky, maksud hati mengirimkan surat, bukan lantas karena aku cemburu dan kecewa. Bukan. Aku baik-baik saja dan turut bahagia atas kebersamaanmu bersamanya. Toh, di sini aku juga sudah ada yang memiliki. Dan lagipula aku juga bukan Cinta yang masih menyimpan rasa pada Rangga hingga tega melukis luka di hati Trian. Ah, tak seperti itu.

Aku hanya ingin menjelaskan satu cerita masa lampau. Salah jika kaupikir aku tengah kecewa atas pernikahanmu. Salah besar, kau!

Dulu, sepuluh tahun yang lalu ketika kita masih mengenakan seragram putih abu-abu, hati ini memang milikmu. Hingga akhirnya dengan tega kau menggores luka. Kata dia (mantan sahabatku) kau mencintai dia, bukan mencintai aku. Dan kau tahu, betapa perihnya aku kala itu hingga aku seolah mengambang di antara kewarasan dan ketidakwarasan. Bagaimana nikmatnya aku menghadapi kenyataan, orang yang aku cintai katanya malah mencintai sahabatku.

“Wit, jangan marah ya, kelihatannya Ky menyukaiku.”

Duh, kala itu dunia seolah roboh dalam hadapanku. Hingga keesokan hari kutemui kenyataan, kau menjauh dariku seolah mengamini apa katanya *mantan sahabatku). Dan di lain hari, kaupun menjelma menjadi lelaki pemain hati perempuan. Kau justeru mendekati adik kelas yang ternyata adalah sepupunya.

Argh, permainan apa lagi itu?

Tapi, kau tahu aku tak pernah sendiri. Banyak sahabat yang menguatkan aku dalam kehancuran. Hingga aku berjumpa dengan sosok lelaki yang mampu membuat bibirku tersenyum tapi kenyataan kalau hati belum mampu beralih darimu.

Kau tahu, lelaki itu begitu baik dan selalu menuruti apa mauku. Bahkan ketika aku terbujur sakit di rumah sakit, dia masih saja menungguiku. Sementara kau? Jangankan menengok, sekedar bertanya soal kabar saja tidak. Dan itu, seolah jawaban atas keraguanku. Kau, tak pantas untuk aku cintai!

Dan waktu terus saja bergulir. Dia sama saja denganmu. Mungkin lebih brengsek. Menjauhiku tanpa sebab salahku, ternyata dia (kembali) bermain cinta dengan sahabatku. Argh, dunia kembali roboh dalam hadapanku. Aku tercipta sebagai perempuan bodoh atau memang aku ini adalah malaikat yang teramat baik. Bisa-bisanya, cintaku selalu memilih bersma sahabatku sendiri. Iya, sahabat yang aku tolong.

Kecewa, terluka, itu pasti. Lantas, haruskah aku menjadi perempuan lemah? Tidak! Aku ini kuat meski pada hakekatnya aku memang rapuh dan membutuhkan pegangan untuk aku bertahan. Iya, aku bertahan, tapi bukan buat kamu, melainkan untuk keluarga yang sejatinya tiada akan pernah menghianatiku.

Tapi apa kau tahu, lagi-lagi hidup mempermainkan rasaku. Setelah kutanggalkan seragram putih abu-abu, kupikir semua akan berubah menjadi canda penuh hari-hari indah. Tapi ternyata semua salah, hidup justeru kian membawaku pada lara yang sama sekali tiada kubayangkan.

Keluarga, sahabat, cinta. Semua seolah menjadi fatamorgana. Bahkan mimpi pun pupus tiada tersisa. Dan pada fase ini, sungguh kurasakan hidup sangat tidak adil dan hati ini perih berkeping-keping.

Disaat akhirnya sesosok lelaki mengejarku dengan menyuguhkan cinta, lelaki lain justeru hadir untuk meminang. Mematikan impianku sebagai perempuan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Hebatnya, kedua orang tua justeru mengamini tanpa persetujuan dariku. Impian untuk meraih gelar sarjana dan merajut cinta pada pangeran yang menyuguhkan cintapun pupus begitu saja.

Sakitnya, akupun harus terlepas dari sahabat. Aku terkurung pada keputusan orang tua yang memaksa. Hingga kutemui takdir, aku kehilangan semuanya. Mimpi itu kandas bersama kisah cinta yang baru akan bersemi, cerita penuh warna bersama sahabat juga hanya menjadi sejarah. Aku sendiri, melawan keputusan orang tua yang begitu tiba-tiba. Harta seolah menjadi alasan. Padahal, bahagiaku bukan sebatas itu.

Aku terkurung. Kali ini aku benar-benar terhianati. Setelah kau hianati dan pacarku juga menghianatiku, kini orang tuaku. Dalil ingin melihat aku bahagia itu hanyalah sebuah kamuflase dari keegoisan mereka. Zaman bukan lagi bersama cerita Siti Nurbaya. Perjodohan hanya sebuah wujud pemaksaan atas nama rasa sayang. Dan aku benci itu…

Memilih kabur dan berharap semua akan berubah…

Dan memang semua telah berubah. Bertahun aku bertahan pada pendirian. Bukan atas nama rasa setiaku padamu yang tak pernah lari dari hatiku, tapi aku bertahan atas nama luka dan demi masa depan yang lebih indah. bukankah perempuan memang harus berpendidikan tinggi, Ky? Seperti yang pernah ibumu nasehatkan padaku.

Aku masih saja sendiri, Ky. Tiada sosok yang lebih darimu mampu mengajarkan kesucian cinta. Tapi, apa semua itu lantas membuatku berharap kembali padamu setelah penghianatan itu?

Tidak, Ky. TIDAK!

Setelah fase-fase kehidupan itu kutempuh, otakku berfikir, masih adakah manusia yang mampu kupercaya tanpa berhianat? Orang tua yang melahirkan dan merawatku saja mampu berhianat, apalagi kamu? bertahan pada pendirian dan seolah menjelma menjadi sosok durhaka bukan satu hal yang mudah. Setelah perjuangan itu kuraih, pantaskah aku bertahan demi cintamu yang palsu?

Jujur Ky, kala itu kau memang masih menjadi raja di pelaminan hati ini. Namun berharap kembali bersamamu, maaf karena kau hanya sebuah arsip yang sebenarnya lebih pantas aku jual ke tukang lowak daripada harus kusimpan. Toh menyimpanmu bukan hal yang berguna untukku, seorang yang pernah berhianat, tak menutup kemungkinan akan kembali berhianat. Lagipula, untuk apa aku bertahan pada orang yang tak peduli padaku?

Hingga takdir terus bergulir. Teknologi semakin canggih. Setelah bertahun kita terpisah, dunia maya seolah menjadi penemu pengobat rindu. Kau hadir bersama cerita bahagiamu, dan aku datang dalam muram penuh duka. Lantas, bisakah kita bersatu?

Sekali lagi kubilang TIDAK. Sejarah kita hanya sebuah arsip yang tak pantas untuk diupdate. Semua telah selesai bersama seragram putih abu-abu. Luka dan penghianatan itu memang hebat terasa hingga kini masih membekas.

Hingga surat ini kutulis, bukan maksud hati kembali mengupdate arsip itu. Toh aku hanya sedikit mengingatkan kamu pada kejahatanmu padaku di masa lampau. Tiada lebih dan tiada harap ingin merangkulmu kembali. Karena di sini, seorang telah mengikatku bersama kebahagiaan yang tiada pernah sekalipun kau suguhkan.

Bersama surat ini, aku hanya ingin menyampaikan selamat untuk pernikahan kamu. kuharap, di hatinya tak kau ukir luka seoerti kau mengukirnya abadi dalam jiwaku.

Salam,

Yang kau sakiti

Ampel, 15 Mei 2016

23.18

Tulisan ini diikutsertakan Giveaway -Pameran Patah Hati-” 

Witri Prasetyo AjiCompetitionSEBUAH CERITA LAMPAU Hey Ky, apa kabar kamu? Sudah pastilah baik, apalagi kudengar kau baru saja menikah. Selamat ya, semoga kau bahagia bersamanya. Aamiin. Ky, maksud hati mengirimkan surat, bukan lantas karena aku cemburu dan kecewa. Bukan. Aku baik-baik saja dan turut bahagia atas kebersamaanmu bersamanya. Toh, di sini aku juga...

Comments

comments