RANDOM STORY : BALADA LDR
RANDOM STORY : BALADA LDR
Hallo Gaes, jangan lupa bahagia. Sudah lama sekali aku enggak nulis curhat, padahal banyak banget yang mau dicurhatin. Eh, kok enggak nulis-nulis dan sekalinya posting mesti kalau enggak job ya ngelomba. Rumah maya sudah kayak etalase saja.
Terakhir postingan curhat tapi sekalian collaborative blogging yaitu soal writers block. Etapi, kali ini enggak itu sih yang mau aku curhatin, melainkan adalah BALADA LDR. Yang sebenarnya aku dan suami sih enggak LDR, yah. Tapi, CPNS tahun ini bikin kita mikir LDR. Aneh sih, daftar juga belum, apalagi lolos? Tapi kok sudah mikir LDR? Ya karena kami melihat formasi kami berlawanan arah dan nasib manusia siapa yang tahu sih? Kalau kami daftar terus lolos tapi beda arah, gimana? LDR?
Baca : Penyebab Writers Block
Jadi Gaes, aku tuh salut banget sama mereka pejuang LDR. Rumah tangga ayem tentrem meskipun jauh. Kesetiaan terjaga meski terpisah jarak dan waktu. Yang menurut bayangan aku, itu sulit. Meskipun ada beberapa teman aku yang ‘lebih’ produktif karena LDR. Tapi buat aku yang terbiasa ke mana-mana di awal sama Pak Suami, ngebayangin LDR dan harus mandiri kok kayaknya susah banget.
Pun sama Pak Suami. Yang sore itu di jalanan Kota Solo, kami ngobrol sepanjang jalan. Aku kasih tahu dia kalau formasi dia di Jawa itu Cuma ada di Yogya dan Jawa Timur, sementara aku Insya Allah fix mau daftar di salah satu kota di Jawa Tengah. Kami sih belum daftar, tapi dia sudah mikir, kalau kita sama-sama keterima, pasti kita bakalan LDR. Terus kalau akunya tiba-tiba kangen, gimana? Dan banyak banget hal-hal yang kami bahas berdua.
Dia mikir, gaji kita cukup tapi bareng itu untuk saat ini adalah pilihan terbaik. Gaji banyak, tapi kita pisah? Ya… berat sih menurut kami. Apalagi kebutuhan kami belum terlalu menuntut kami. Boleh kok alesan berjuang, tapi berjuang sampai kapan? Adakah yang menjamin usia manusia? Ya kalau ada pilihan sih ya gaji banyak tapi selalu bersama. Hahaha…
Pikiran lain yang kami obrolin selain tentang kebersamaan kami adalah tentang anak kami. Wong sejak Juna sekolah saja sudah nempel sama aku dan agak jaga jarak sama Ayahnya, gimana kalau LDR yang setidaknya bertemu cuma seminggu sekali? Suami enggak bisa banget kalau anaknya enggak akrab sama dia. Ya, meskipun banyak kok anak-anak yang lengket sama orang tuanya meskipun LDR. Tapi sebagaimana Suami yang jadi korban anak LDR, ya dia sih enggak mau anaknya ngerasain apa yang dia rasain. Kayak ngerasain sulitnya makan malam bareng ataupun enggak pernah nonton tivi bareng. Itu memang hal sederhana, tapi kalau boleh jujur sih kebersamaan bareng keluarga itu mahal.
Hingga akhirnya aku curhat sama kedua teman bloggerku yang akrab banget sampai hal sekecil apapun sering banget aku ceritain ke mereka. Yang satu sih sudah nikah, tapi satunya Insya Allah segera menikah. Aku nanya ke mereka, pilih gaji banyak tapi LDR apa gaji cukup tapi bersama. Dan keduanya kompak, gaji cukup tapi bersama.
Terus, kebetulan juga kemarin sempat ada teman kantor yang curhat kalau suaminya ada tawaran kerja yang menjanjikan di luar kota dan itu bakalan mengharuskan mereka LDR. Tapi, temanku memilih skip dan nerima penghasilan suami yang secukupnya.
Untuk sebagian orang, LDR sih enggak masalah. Gimana lagi kalau rejekinya memang harus jauh dari keluarga. Akan tetapi, memilih LDR apa tidak itu pilihan kok. Ada konsekuensinya masing-masing.
Buat aku pribadi, enggak ada yang salah dari LDR. Tapi kalau untuk diriku sendiri, saat ini milih NO. Enggak tahu deh kalau masa depan kami entar berkata apa. Dan aku cuma mau bilang buat pejuang LDR, kalian hebat!
Tinggalkan Balasan